Menonton film ini berarti menikmati dan berusaha menghargai seni sinematografi. Film ini tidak sekadar menyajikan hiburan berupa plot atau cerita yang menarik saja, film ini mendefinisikan karya seni yang megah, yang epik, dan yang mampu menggambarkan kehidupan dengan cara-cara yang indah. Oleh karena itu, lagi-lagi, kita dituntut untuk mengerti keindahan film ini tidak hanya dari plotnya saja.
Gw sendiri bingung bagaimana membuat sinopsis dari film ini, karena membuat sinopsis berarti mengerti plot film sementara film ini memiliki plot yang sangat abstrak, tidak dituangkan dalam dialog-dialog, tetapi digambarkan dengan begitu istimewa dan luar biasa oleh tatanan sinematografi yang apik. Pada intinya, film ini menceritakan—sebagaimana judulnya—kehidupan. Ya, kehidupan yang begitu luas itu dirangkum dalam untaian scene-scene indah dan potongan-potongan dialog yang amat sedikit tetapi sangat maknawi. Di sini, kehidupan dicontohkan oleh keluarga O’Brien, mulai dari kelahiran anak pertama suami-istri yang diperankan oleh Brad Pitt dan Jessica Chastain itu hingga mereka tumbuh dan mulai mengerti tentang keluarga, lingkungan, dan konflik-konflik lainnya.
Ini pertama kalinya gw menyaksikan karya dari Terrence Malick yang katanya fenomenal itu. Memang, "The Tree of Life" cukup fenomenal. Walaupun Academy Award hanya sempat menominasikannya dalam beberapa kategori tanpa memenangkannya, tapi Cannes menganugerahkan Palme d’Or untuk Terrence Malick untuk film ini. Sekali lagi, gw katakan ini bagaikan puisi yang diterjemahkan dalam bentuk visual. Agak sedikit bingung juga ketika di sekitar awal-tengah film ini ada banyak footage yang sedikit ga nyambung dengan plot utama (yakni footage tentang terbentuknya alam semesta termasuk bumi), tapi melihat garis besar film yang membicarakan tentang kehidupan—bukan keluarga O’Brien—gw pun bisa memaklumi bagian tersebut. Aspek perfilman lain, seperti audio, jangan ditanya. Untaian musik pengiring orkestra sangat monumental mengangkat adegan-adegan yang butuh penghayatan dalam.
Plotnya sendiri, walaupun tidak jadi fokus utama, cukup mengena. Keluarga O’Brien, terutama anak sulungnya Jack (yang diperankan dengan sangat apik oleh pendatang baru muda, Hunter McCracken), begitu banyak memunculkan letupan-letupan konflik—layaknya kehidupan itu sendiri. Hunter McCracken merebut perhatian gw dengan akting perdananya di film ini. Ia mampu menyajikan tokoh Jack yang baik namun insecure dan rapuh. Timeline plot yang tidak linear juga menjadi menarik, walaupun—sekali lagi—penonton awam akan kebingungan dengan tingkah laku para tokohnya. Misalnya, tentang Jack dewasa (yang diperankan oleh Sean Penn) yang terlihat bingung, berjalan ke sana ke mari, seperti tidak punya pegangan. Cara Terrence Malick memetaforakan keadaan ini mengingatkan gw pada gaya penceritaan Charlie Kaufman di “Synecdoche, New York” atau “Eternal Sunshine of The Spotless Mind”. Keduanya sangat pintar bermain pengibaratan tanpa takut menjadikan adegan tersebut tampak tidak realistis.
Alhasil, ini adalah film yang indah dan monumental. Ini karya yang belum tentu sepuluh tahun sekali bisa hadir di kancah perfilman dunia. Terrence Malick telah membuat film yang lebih dari sekedar plot dan scene-scene yang cantik: ia membuat "The Tree of Life" sebagai bentuk apresiasi terhadap kehidupan melalui sinematografi. Spoiler: hati-hati mati kebosanan!
Gw sendiri bingung bagaimana membuat sinopsis dari film ini, karena membuat sinopsis berarti mengerti plot film sementara film ini memiliki plot yang sangat abstrak, tidak dituangkan dalam dialog-dialog, tetapi digambarkan dengan begitu istimewa dan luar biasa oleh tatanan sinematografi yang apik. Pada intinya, film ini menceritakan—sebagaimana judulnya—kehidupan. Ya, kehidupan yang begitu luas itu dirangkum dalam untaian scene-scene indah dan potongan-potongan dialog yang amat sedikit tetapi sangat maknawi. Di sini, kehidupan dicontohkan oleh keluarga O’Brien, mulai dari kelahiran anak pertama suami-istri yang diperankan oleh Brad Pitt dan Jessica Chastain itu hingga mereka tumbuh dan mulai mengerti tentang keluarga, lingkungan, dan konflik-konflik lainnya.
Ini pertama kalinya gw menyaksikan karya dari Terrence Malick yang katanya fenomenal itu. Memang, "The Tree of Life" cukup fenomenal. Walaupun Academy Award hanya sempat menominasikannya dalam beberapa kategori tanpa memenangkannya, tapi Cannes menganugerahkan Palme d’Or untuk Terrence Malick untuk film ini. Sekali lagi, gw katakan ini bagaikan puisi yang diterjemahkan dalam bentuk visual. Agak sedikit bingung juga ketika di sekitar awal-tengah film ini ada banyak footage yang sedikit ga nyambung dengan plot utama (yakni footage tentang terbentuknya alam semesta termasuk bumi), tapi melihat garis besar film yang membicarakan tentang kehidupan—bukan keluarga O’Brien—gw pun bisa memaklumi bagian tersebut. Aspek perfilman lain, seperti audio, jangan ditanya. Untaian musik pengiring orkestra sangat monumental mengangkat adegan-adegan yang butuh penghayatan dalam.
Plotnya sendiri, walaupun tidak jadi fokus utama, cukup mengena. Keluarga O’Brien, terutama anak sulungnya Jack (yang diperankan dengan sangat apik oleh pendatang baru muda, Hunter McCracken), begitu banyak memunculkan letupan-letupan konflik—layaknya kehidupan itu sendiri. Hunter McCracken merebut perhatian gw dengan akting perdananya di film ini. Ia mampu menyajikan tokoh Jack yang baik namun insecure dan rapuh. Timeline plot yang tidak linear juga menjadi menarik, walaupun—sekali lagi—penonton awam akan kebingungan dengan tingkah laku para tokohnya. Misalnya, tentang Jack dewasa (yang diperankan oleh Sean Penn) yang terlihat bingung, berjalan ke sana ke mari, seperti tidak punya pegangan. Cara Terrence Malick memetaforakan keadaan ini mengingatkan gw pada gaya penceritaan Charlie Kaufman di “Synecdoche, New York” atau “Eternal Sunshine of The Spotless Mind”. Keduanya sangat pintar bermain pengibaratan tanpa takut menjadikan adegan tersebut tampak tidak realistis.
Alhasil, ini adalah film yang indah dan monumental. Ini karya yang belum tentu sepuluh tahun sekali bisa hadir di kancah perfilman dunia. Terrence Malick telah membuat film yang lebih dari sekedar plot dan scene-scene yang cantik: ia membuat "The Tree of Life" sebagai bentuk apresiasi terhadap kehidupan melalui sinematografi. Spoiler: hati-hati mati kebosanan!
YEAR 2010 GENRE Drama, Romance
CAST Brad Pitt, Sean Penn, Jessica Chastain
WRITER Terrence Malick DIRECTOR Terrence Malick
CAST Brad Pitt, Sean Penn, Jessica Chastain
WRITER Terrence Malick DIRECTOR Terrence Malick
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteyee bang tomi kok comment-nya dihapus? haha, ngomongin film surrealis, coba nonton filmnya Lars von Trier yang "Melancholia". denger-denger filmnya juga lumayan surealis. btw thanks lhoo udah dikomen. haha jadi terharu :')
Deleteudh diapus sh ya.
ReplyDeletegw jg kemaren lupa ngomong apaan aj.
intinya sh boring is the new interesting
pgn gw edit krn setelah gw baca2 ndiri, kebanyakan haha nya. ga jelas bgt. maksudnya biar rada humble gitu. trnyata yg pretensius malah gw sendiri
nah tu makanya. gw jg takutnya krn terlalu fokus eksplor old-but-gold stuff malah jd ga update film2 sekarangan.
untungnya dah sempet download jg sh tu melankoli. krn ternyata pas gw liat lg link2nya yg dari mediafire dh pada mati, setelah jaman2 blokir situs dsb.
tp emg beneran bar ni gara2nya jd pgn nulis2 jg gw. klo bahan sh ada dikit2 mah. cuman kan blm bisa jd tulisan yg utuh yg konkret kayak blog yg lagi gw komenin skrg ini. sepotong2 gitu bisanya, jd ya klo ada yg bisa gw komen2in kayak disini ya gw tulis2 aja dh. haha
gw jg terharu dibilang seru :') smp dimention segala. tp klo kata gw sh yg bikin seru tu klo misalnya kt beda genre. jd gw ngliatny dr yg gw sebagai.. ya gitu. jdnya ad share sudut pandang disitu walopun ga harus share stuff.
terus koyaanisqatsi. itu jg sbnrnya ga brmaksud dropping name, cm sbgai metafor aja. contoh aj klo yg gw mksd kira2 kyk gt. jd ga hrs kyk koyaanisqatsi.
tp yg sbnrnya wawasan film gw sh mnrut gw klo scara general sm skali ga luas, malah cupu. cm ya itu. rada fokusny di genre yg subjektif. nah biasanya sh klo dh ada gt emg enaknya gali2 yg underrated di situ. jd ya intinya imho klo dropping name koyaanisqatsi sm sekali ga istimewa klo dah gt.
dah dh gitu aja. sekian
oiya. twitter gw dah hampir semingguan di-deactivate. sampe ini ditulis masih. (penting)
haha gapapa kali tom, komen panjang2 kan jadi seru buat diskusi. haha gw malah seneng kalo ada yg komen, soalnya berarti ada yg merhatiin blog gw :3
Deletekoyaanisqatsi baru gw liat di imdb, katanya itu unconventional plot ya? menarik sih, jadi dokumenter doang gitu tapi isinya foto2 dan video2 artistik. explosions in the sky juga itu luar biasa. tadinya gw pikir itu yg bikin emmanuel lubezki (yg bikin the tree of life) tapi ternyata itu salah satu stafnya ya? keren banget lah, dan setelah nonton the tree of life jadi ga nyangka kok bisa lubezki kalah dari sinematografinya "Hugo" di Oscar kemarin (walaupun gw belum nonton "Hugo")
ayo tom, nulis aja. atau kalo malu2 bisa kontribusi di blog gw hehe :D